-->

Arimbi kembali ke Pringgandani

 Kala Bendana bergirang hati menyambut kedatangan Arimbi kakaknya
yang sudah menjadi cantik jelita
 
Arimbi dan Bima meninggalkan hutan Kamiyaka menuju Negara Pringgandani. Arimbi yang sudah menjelma menjadi seorang putri cantik tinggi perkasa adalah seorang putri raja yang bakal menggantikan Arimba kakaknya menjadi raja di Pringgandani. Maka tidak mengherankan jika Arimbi mempunyai berbagai ilmu tingkat tinggi, salah satunya adalah ilmu meringankan tubuh. Sehingga ia bisa terbang tanpa menggunakan sayap. Demikian juga Bima pasangannya walaupun badannya besar perkasa, ia mempunyai ilmu Angkusprana yang dapat menghimpun kekuatan angin dari Sembilan saudara tunggal bayu termasuk dirinya, yaitu: Dewa Bayu, Dewa Ruci, Anoman, Wil Jajagwreka, Gajah Situbanda, Naga Kuwara, Garuda Mahambira, dan Begawan Mainaka. Sembilan kekuatan angin tersebut membuat Bima dapat melompat sangat jauh seperti terbang. Sehingga dua sejoli itu laksana dua burung garuda perkasa terbang membelah langit biru.

Sekejap kemudian mereka telah menginjakan kakinya di Negara Pringgandani. Arimbi mengamati suasana Kraton Pringgandani tempat ia lahir dan dibesarkan. Suasana duka atas meninggalnya Prabu Arimba masih nampak pada pemasangan bendera, umbul-umbul dan rontek. Arimbi merasa berdosa, karena gara-gara dialah Prabu Arimba gugur di tangan Bima. Selagi merenung dalam kesedihan, Prajurit jaga menghentikan langkah Arimbi dan Bima di pintu gerbang utama bagian luar kraton. Arimbi menjelaskan bahwa dia adalah Arimbi raseksi yang sudah menjadi putri berkat pertolongan Kunthi ibu Bima. Oleh karenanya Arimbi minta jalan mau masuk kraton menemui adik-adiknya. Namun penjelasan Arimbi tidak dengan serta merta dipercaya oleh prajurit jaga. Karena menurut aturan bagi orang asing yang ingin memasuki wilayah inti kraton harus tinggal beberapa waktu di bilik panganti untuk diperiksa oleh beberapa petugas yang ada. Namun Arimbi tidak mau melakukannya. Bahkan Arimbi menjadi jengkel atas sikap para perajurit jaga yang sudah tidak mengenalnya lagi dan besikeras menahannya.

Sebagai salah satu pewaris tahta Pringgandani, perlakuan prajurit jaga sungguh menyakitkan. Arimbi dan Bima dipaksa memasuki bilik panganti untuk diperiksa seperti yang diberlakukan bagi orang asing. 

Kesabaran Arimbi tidak tersisa lagi. Prajurit jaga yang berlaku kasar terhadap dirinya dilumpuhkan dalam sekejap. Melihat rekannya tersungkur tak berdaya prajurit jaga yang lain mengepung Arimbi. Belum sempat mereka bergerak, Arimbi mendahului menyerang mereka. Satu gebrakan sudah cukup bagi Arimbi untuk melumpuhkan beberapa prajurit jaga sekaligus. Melihat beberapa rekannya jatuh tak berdaya panglima jaga memerintahkan untuk menutup pintu gerbang dan salah satu prajurit diperintahkan melapor kepada Brajadenta, salah satu adik Arimbi. Sementara itu Panglima jaga mempersiapkan prajuritnya yang masih tersisa untuk menjadi palang terakhir yang menghalangi Arimbi dan Bima masuk gerbang utama.

Arimbi menoleh kepada Bima, untuk memohon persetujuan kepada kekasihnya bagaimana sebaiknya yang dilakukan untuk menghadapi prajurit jaga yang sudah siaga penuh. Bima menggelengkan kepala tanda tidak menyetujui Arimbi melakukan kekerasan. Arimbi tersadar bahwa dirinya sudah bukan raseksi lagi. Arimbi adalah seorang dewi yang cantik jelita. Ia menjadi malu kepada dirinya sendiri dan juga malu kepada Bima. Bahkan dibalik itu ada rasa kawatir jika Arimbi berperangai kembali sebagai raseksi Bima akan segera meninggalkannya. Maka segeralah Arimbi menarik kembali amarahnya.

Ketika hatinya menjadi dingin, Arimbi diingatkan akan sebuah ilmu yang menyatukan anak-anak Prabu Tremboko yaitu aji pamomong. Dengan ilmu tersebut diantara anak-anak Tremboko dapat saling berhubungan saling mengingatkan dan saling menjaga walaupun mereka tidak berada dalam satu tempat. Sewaktu hidupnya, Prabu Tremboko menggunakan ajian pamomong untuk menyatukan anak-anaknya, mengetahui keberadaannya dan untuk melindunginya. Oleh karenannya Arimbi segera mengetrapkan aji pamomong untuk mengabarkan keberadaannya kepada adik-adinya. Para prajurit jaga siaga penuh mengira bahwa Arimbi sedang mempersiapkan serangannya. Namun lama ditunggu dalam ketegangan serangan tak kunjung datang. Bahkan dari pintu gerbang munculah adik-adik Arimbi mulai dari Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa, Brajalamatan dan yang bungsu adalah Kala Bendana. Mereka berhamburan menyambut Arimbi dengan gembira. Suasana berubah menjadi haru. Para prajurit jaga ikut hanyut dalam keharuan. Walaupun Arimbi sekarang sudah menjelma menjadi seorang dewi yang cantik jelita, mereka masih mengenali Arimbi lewat aji pamomong. Keenam adik-adik Arimbi tak berkedip dalam menatap Arimbi yang cantik. Terbayanglah diangan mereka, seorang raja putri yang cantik menawan yang bakal memerintah Negara Pringgandani untuk masa-masa yang akan datang.

Kedatangan Arimbi mengubah suasana duka menjadi gembira. Adik-adik Arimbi dan rakyat pringgandani yang sebagian besar adalah bangsa raksasa, akan terangkat derajatnya mempunyai pewaris tahta putri cantik bak bidadari kahyangan.

Namun ketika Arimbi mengenalkan Bima sebagai suaminya, Barajadenta dengan tegas menolak. Bima adalah musuh rakyat Pringgandani. Bima adalah pembunuh Prabu Arimba, maka harus dilenyapkan.
Pernyataan Brajadenta dengan cepat merubah suasana haru dan gembira menjadi tegang. Prajurit bersiaga kembali untuk mengamankan negara. Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Barajawikalpa dan Brajalamatan menantang Bima untuk mengadakan perhitungan atas meninggalnya Prabu Arimba. Bima sebelumnya sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya. Maka dengan tenang Bima meladeni tantangan adik-adik Arimbi.

Namun sebelum perang terjadi Arimbi mendekati Bima sambil berbisik, “jangan lakukan kekerasan, Kakanda Bima”

 Jika boleh memilih tentunya Arimbi akan memilh diantara Bima dan adik-adiknya tidak perlu bertempur. Karena jika hal itu terjadi hati Arimbi akan dihimpit rasa cemas dari dua penjuru, seperti yang pernah dirasakan ketika Bima bertempur melawan Arimba. Disatu pihak Arimbi mencemaskan Bima suaminya, dipihak yang lain Arimbi juga mengkawatirkan adik-adiknya. Namun apa boleh buat, untuk menundukkan adik-adiknya tidak ada jalan lain kecuali bertempur. Harapannya agar Bima dapat memenangkan pertempuran melawan adik-adiknya dengan tidak menyisakan luka, baik luka di badan maupun luka di hati.

Dikarenakan tidak ada pilihan lain Bima pun meladeni tantangan adik-adik Arimbi. Dengan melangkah tenang namun berat Bima mendekati Brajadenta yang dipandang sebagai pimpinan diantara mereka. Sebelum Bima mendekat semakin dekat, Brajadenta telah memberi aba-aba kepada keempat adiknya untuk menyerang Bima secara serentak. Maka sebentar kemudian terjadilah pertempuran sengit. Bima dikeroyok oleh adik-adik Arimbi, kecuali Kala Bendana yaitu Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa dan Brajalamatan.

Arimbi yang menyaksikan pertempuran itu menilai bahwa pertempuran bakal berjalan seru dan dahsyat. Karena masing-masing dari mereka mempunyai ilmu-ilmu tingkat tinggi. Namun jika dibandingkan dengan Bima ilmu-ilmu yang dimiliki ke lima adik-adinya masih berada dibawahnya. Tetapi dikarenakan kekuatan kelimanya bergabung menjadi satu maka akan sungguh merepotkan Bima. Walaupun Bima merasakan bahwasannya tingkat ilmu adik-adik Arimbi masih berada di bawah Arimba, tidak ada niat di hati Bima untuk menganggap enteng serangan-serangan mereka. Bima selalu waspada menunggu serangan demi serangan yang dilancarkan adik-adik Arimbi jurus demi jurus secara bergantian. Bahkan kadang kala putra-putra Pringgandani tersebut melakukan serangan secara serentak. Menghadapi serangan beruntun Bima lebih memilih menunggu serangan dari pada mengambil inisiatif menyerang. Hal tersebut dilakukan karena Bima tidak berniat untuk menyakiti adik-adik Arimbi, seperti yang dibisikan Arimbi sebelumnya.

Setelah pertempuran berjalan cukup lama, adik-adik Arimbi yang pada mulanya membenci Bima sebagai seorang pembunuh Kakak Arimba, perlahan-lahan mulai mempertanyakan kebencian itu. Benarkah Bima seorang pembunuh yang kejam dan wajib dibenci dan dimusnahkan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul setelah mereka merasakan bahwa perilaku Bima tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya yaitu ganas dan kejam. Pada kenyataannya Bima adalah seorang kesatria sejati yang penuh tatakrama juga ketika Bima berada di medan laga. Dengan sifat Bima yang demikian dapat dimungkinkan bahwa gugurnya Arimba di tangan Bima akibat dari pembelaan diri Bima menghadapi serangan Prabu Arimba.

Watak ksatria yang melekat pada pribadi Bima telah mengusik watak ksatria anak-anak Pringgandani yang dahulu pernah ditanamkan oleh Prabu Tremboko. Dengan watak ksatria tersebut lalu munculah kesadaran bahwa ilmu mereka masih berada di bawah ilmu Bima. Walaupun mereka telah mengeroyok Bima, adik-adik Arimbi tersebut sulit untuk mengalahkannya. Bahkan kemudian munculah rasa malu di hati mereka karena mengeroyok seseorang adalah tindakkan yang jauh dari watak ksatria.

Oleh karenanya, seperti diberi aba-aba Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa dan Brajalamatan mengendorkan serangan, untuk kemudian menghentikan serangan. Para prajurit jaga pada heran melihatnya. Apa yang terjadi? Brajadenta dapat membaca apa yang diinginkan oleh keempat adiknya. Untuk itulah maka kemudian Brajadenta melangkah mendekati Bima. semua mata mengarahkan pandangannya kepada sosok Brjadenta. Apa yang akan diperbuat? Setelah tepat di depan Bima, Brajadenta berkata “Kami mengaku kalah.”

Arimbi melonjak senang, tawaran damai yang dibawa Arimbi telah diterima oleh adik-adiknya. Selanjutnya terjadilah pemandangan yang mengharukan. Bima memeluk adik-adik Arimbi satu persatu. Mereka telah menerima Bima sebagai bagian dari keluarganya, tidak sebagai musuhnya.

Dengan menghidupi watak ksatria, para putra Pringgandani yang berparas rasaksa dapat ikhlas merelakan kematian Prabu Arimba dalam perang tading melawan Bima. mereka mengakui bahwa Bima memang seorang ksatria keturunan trah Girisarangan yang sakti. Maka dari itu ada rasa bangga di hati mereka ketika Bima telah menyunting Kakang Mbok Arimbi yang sudah menjadi jelita, dan menjadi satu keluarga di Pringgandani.

Dengan bergabungnya Bima di Pringgandani, para putra Pringgandani optimis menatap masa depan negara Pringgandani. Karena pasangan Bima dan Arimbi telah mampu menghidupi kembali watak ksatria yang telah diwariskan oleh para pendahulunya, tat kala membangun dan mendirikan negara Pringgandani. Karena dengan watak berani, bersih, jujur, dan tulus, yang menjadi ciri khas watak seorang ksatria, negara Pringgandani telah menjadi besar. Dan akan semakin besar dan jaya manakala nilai-nilai luhur yang telah diwariskan akan dihidupi dalam menjalankan pemerintahan negara Pringgandani.

Waktu merambat pelan, untuk beberapa waktu Bima tinggal di Pringgandani membantu dan mendampingi Arimbi dalam menata pemerintahan yang telah beberapa waktu komplang tanpa raja. Seiring dengan penataan kerajaan, kandungan Arimbi bertambah semakin besar. Ada secercah kebahagiaan dan harapan yang berkaitan dengan bayi yang dikandung. Tangan Bima dan Arimbi meraba lembut perut Arimbi dengan sebuah permohonan yang bulat dan utuh, jadikanlah anak ini seorang raja ksatria yang membawa kejayaan negara Pringgandani.

Suasana duka masih terasa sejak kepergian Raja besar Pringgandani untuk selamanya. Prabu Arimba telah mempercayakan negara Pringgandani kepada Arimbi. Senyum abadi yang ditinggalkan Prabu Arimba memberi semangat optimisme untuk mewujudkan harapan akan kebesaran dan kejayaan Negara Pringgandani.

Berangsur-angsur mendung kesedihan yang menggelayut di langit Pringgandani tersibak. Negara mulai tertata dan pulih kembali seperti sebelum Prabu Arimba meninggal. Atas kesepakatan ke enam adik-adik Arimba, yang terdiri dari Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa, Brajalamatan dan Kala Bendana, Arimbi sebagai saudara paling tua ditunjuk menggantikan Prabu Arimba untuk menjalankan pemerintahan Pringgandani.

Beberapa bulan Bima menjalani hidup dengan Arimbi di Pringgandani. Jika menuruti perasaan hatinya Bima ingin mendampingi Arimbi, setidak-tidaknya sampai dengan kelahiran anak yang dikandung Arimbi. Namun hatinya gundah juga mengingat bahwa Bima telah berjanji kepada Ibu Kunthi untuk tidak meninggaklkan saudara-saudaranya terlalu lama. Kegundahan hati Bima diungkapkan kepada Arimbi, dan disepakati untuk sementara waktu Bima kembali menemui Ibu Kunthi dan saudara-saudaranya di hutan Kamiyaka. Dan jika sampai pada saatnya bayi yang dikandung Arimbi lahir, Bima akan kembali ke Pringgandani.

Tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, Bima telah sampai di hadapan Ibu dan saudara-saudaranya. Mendengar cerita bahwa pada akhirnya Bima diterima sebagai saudara tua oleh adik-adik Arimbi dan menjadi bagian dari Negara Pringgandani, Kunthi dan saudara-saudara Bima dipenuhi dengan rasa sukacita.
Pagi itu udara sungguh cerah. Kehangatan sinar mentari mampu menembus lebatnya dedaunan hutan Kamiyaka. Kunthi memandangi sepasang burung prenjak yang berkicau bersautan, tak henti-hentinya. Kicau sepasang burung Prenjak jantan dan betina tersebut selain membangkitkan suasana keceriaan alam semesta juga dapat dibaca sebagai pertanda alam bagi manusia.. Jika sepasang burung Prenjak tersebut berkicau di arah barat rumah, itu pertanda jelek, akan ada tamu yang mengajak bertengkar. Jika sepasang burung Prenjak tersebut berkicau di arah Timur rumah, itu pertanda jelek juga, karena akan terjadi kebakaran. Jika sepasang burung Prenjak berkicau mengitari rumah, itu pertanda baik, akan mendapat rejeki dari jerih payahnya. Jika sepasang burung Prenjak, berkicau bersautan di arah selatan rumah, itu pertanda baik, akan ada tamu bangsawan yang berkendak baik. Jika sepasang burung Prenjak berkicau di arah utara rumah, itu pertanda sangat baik, akan ada tamu seorang guru memberi wangsit yang benar dan suci.

Benarkah akan ada tamu agung, seorang resi, pandita atau begawan yang datang di Hutan Kamiyaka ini? Dengan menengarai sepasang burung Prenjak yang tak henti-hentinya berkicau bersautan di sebelah utara rumah kayu ini. Jika benar pertanda tersebut, Kunthi tidak bisa memperkirakan siapakah sesepuh yang bakal datang. Karena selain Resi Bisma, Yamawidura, Begawan Abiyasa dan Semar tidak ada lagi orang yang dianggap agung dan suci. Namun apakah mungkin salah satu di antara empat orang agung tersebut datang ke Hutan Kamiyaka ini?

Semenjak peristiwa bale sigala-gala, Kunthi dan anak-anaknya sengaja mengasingkan diri menyamar sebagai orang sudra yang hidup menggembara dari hutan ke hutan. Kunthi menitipkan pesan kepada Kanana abdi setia Yamawidura yang berjasa membuat terowongan rahasia yang dipakai oleh Hyang Antaboga dan Nagatamala untuk menyelamatkan Kunthi dan Pandawa dari peristiwa Balesigala-gala. Pesan yang disampakai kepada Kanana adalah bahwa Kunthi dan anak-anaknya janganlah dicari untuk diajak pulang ke Panggombakan. Biarlah anak-anaknya terutama sikembar Nakula dan Sadewa melupakan trauma prahara Balesigala-gala.

Matahari telah bergeser condong ke ujung kulon, pertanda hari telah beranjak dari siang. Tamu agung yang dinanti Kunthi dalam hati belum juga datang. Seperti biasanya, setelah panas matahari berkurang, Arjuna selalu menyempatkan diri mengajari adiknya Nakula dan Sadewa untuk berolah senjata panah. Sedangkan Kunthi, Puntadewa dan Bima melihat dari kejauhan. Mereka cukup puas melihat kecerdasan dan ketrampilan Nakula dan Sadewa. Pada saat Kunthi melupakan pertanda yang dikabarkan kicau sepasang burung Prenjak di sebelah utara rumah, mendadak dari kejauhan, arah matahari tenggelam ada dua orang yang datang dengan langkah ringan, Mereka adalah Begawan Abiyasa dan pamomongnya yaitu Semar. Dapat dibayangkan betapa mengharukan pertemuan itu. Setelah bertahun-tahun mereka tidak saling berjumpa, sekarang bertemu di hutan yang kotor, beratap daun dan berlantai tanah. Namun satu hal yang disyukuri bahwa mereka berjumpa dalam keadaan selamat dan sehat walafiat.

Abiyasa adalah sosok mertua yang sangat dihormati Kunthi lebih dari Prabu Basukunthi ayahnya sendiri. Oleh karena kedatangannya di Hutan Kamiyaka yang tak dinyana sebelumnya sungguh membuat hati Kunthi dan para Pandawa merasa tentram dan damai. Kunthi sangat terharu atas usaha panjang yang dilakukan rama Begawan Abiyasa untuk menemukan dirinya dan anak-anaknya. Tidak Nampak keletihan yang disandang pada kedua orang tua tersebut. Wajahnya tetap ceria berwibawa dan suci.

Tentunya selain ingin mendapati menantu dan cucu-cucunya dalam keadaan selamat, ada hal khusus dan penting yang ingin disampaikan oleh Abiyasa dan Semar. Di ruang yang tidak begitu luas dengan diterangi oleh lampu minyak Begawan Abiyasa menyampaikan beberapa hal khusus kepada Kunthi dan Pandawa Lima.

“Kunthi dan cucuku Pandawa, semenjak peristiwa Balesigala-gala, Negara Hastinapura mewartakan kabar resmi, bahwa Kunthi dan Pandawa Lima telah mati terbakar, Hanya Yamawidura dan Kanana abdinya yang mengetahui keadaan kalian yang sesungguhnya. Namun keadaan kalian yang selamat dari peristiwa Balesigala-gala tidak diungkapkan oleh Yamawidura kepada Prabu Destarastra, dengan pertimbangan, agar para Kurawa tidak memburu kalian untuk dilenyapkan. Oleh karenanya aku sengaja tidak memanggil kalian untuk pulang di Panggomabakan. Tetapi tanpa sepengetahuan kalian, aku telah mengutus Semar untuk selalu memomong kalian dari kejauhan.

Namun saat ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan dirimu kepada kawula Hastinapura dan para Kurawa bahwa Pandawa Lima selamat tidak kurang sesuatu apa pun. Tentunya rakyat akan mengelu-elukanmu dengan gegap gempita. Dan meyakini bahwa kalian adalah titah terpilih yang diutus dewa untuk memayu hayuning bawana.”

“Kebetulan saat ini dibuka sayembara memanah di Cempalaradya,” kata Semar. “Bukankah ndara Arjuna adalah ahli panah yang mumpuni. Itu artinya bahwa ndara Arjuna mendapat kesempatan emas untuk memenangkan sayembara. Pada hal bagi siapa yang berhasil akan mendapatkan putri Prabu Durpada yang bernama Durpadi.”

-Herjaka HS-

LihatTutupKomentar